Rabu, 11 September 2013

5 Level of Prevention ( 5 Langkah Pencegahan )

5 Level of Prevention. Sebagai seorang public health, istilah “5 Level of Prevention” merupakan istilah yang tidak asing lagi untuk didengar. Tetapi apakah hanya orang-orang public health atau petugas kesehatan lainnya yang dapat mengetahui apa-apa saja yang menjadi tingkatan dalam pencegahan penyakit? Jawabannya tidak. Mengapa saya mengatakan demikian, karena setiap orang rentan sakit atau terkena penyakit. Dalam melakukan pencegahan, setiap individu pasti harus memiliki sebuah pengetahuan tentang pencegahan. Nah, melalui postingan saya ini, semoga dapat membatu pengetahuan teman-teman tentang “5 Level of Prevention”.

5 Level Of Prevention

1. Health Promotion (Promosi Kesehatan)
            Tingkatan ini merupakan tingkatan pertama yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit.  Health promotion ditujukan pada masyarakat  yang sehat agar menjadi lebih sehat. Jadi dalam hal ini, melakukan penyuluhan kepada masyarakat yang berisikan suatu ajakan agar masyarakat mau mengubah pola pikir atau gaya hidup agar dapat  hidup sehat untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat atau mempertinggi nilai kesehatannya. Sebagai contoh, seorang pengemudi motor diharuskan untuk menggunakan helm pada saat mengendarai kendaraan. Ini dilakukan jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan seperti kecelakaan, maka pada saat benturan, kepala akan terlindungi dari benturan keras secara langsung. Selain itu, upaya lain yang dapat dilakukan adalah penyediaan air bersih, mengkonsumsi makanan sehat, olahraga yang teratur dan sebagainya.
2. Specific Protection ( Perlindungan Khusus )
            Dalam tingkatan ini ditujukan pada seseorang yang sehat tetapi rentan untuk terkena penyakit. Contohnya adalah memberikan imunisasi atau vaksinasi kepada balita. Balita umumnya rentan terkena penyakit karena sistem imunnya yang masih lemah untuk menyerang bibit peyakit yang masuk dalam tubuh. Selain itu, petugas kesehatan (dokter dan perawat) di rumah sakit maupun di puskesmas juga sangat rentan terkena penyakit khususnya yang menular. Karena petugas kesehatan selalu berkontak langsung pada pasien. Sehingga diharapkan agar petugas kesehatan meggunakan masker atau sapu tangan pada saat melakukan kontak langsung pada pasien.

3. Early Diagnosis and Prompt Treatment ( Diagnosis Dini dan Pengobatan Segera )
            Pada tingkatan ini ditujukan pada seseorang yang dalam masa inkubasi, sehingga penyakit yang diderita tidak menjadi lebih parah. Dalam tingkatan ini saat melakukan diagnosa maka dengan segera dapat melakukan pencegahan dan pengobatan pada penderita agar tidak mengalami komplikasi. Jadi, pada saat seseorang memiliki sebuah penyakit, tindakan yang dilakukan adalah segera ke petugas kesehatan untuk mendapatkan solusi dalam menyembuhkan penyakit yang diderita. Sebagai contoh, seorang ibu hamil yang memiliki tanda-tanda anemia, sesegera mungkin harus diberikan obat/tablet Fe dan makanan-makanan yang memiliki kandungan zat besi. Selain itu, mencari dan memantau orang-orang yang sering melakukan kontak langsung pada penderita penyakit menular (seperti TBC, flu burung) agar bila penyakit timbul pada orang-orang tersebut dapat dilakukan pengobatan sesegera mungkin. Karena tidak melakukan pengobatan sesegera mungkin, maka dapat menyebabkan usaha untuk menyembuhkan akan menjadi sulit dan penderita akan sakit lebih lama.
4. Disability Limitation ( Pembatasan Kecacatan )
            Tingkatan ke empat ini ditujukan kepada seseorang yang benar-benar sudah terkena penyakit sehingga diharapkan agar tidak mengalami kecacatan. Jika sudah terjadi kecacatan, maka tetap melakukan pencegahan agar kecacatan tersebut tidak menjadi berat, agar fungsi sebagai alat tubuh dapat dipertahankan.  Dalam kasus tingkatan ini adalah pada penderita penyakit DM. Dengan melakukan cek rutin secara berkala kemungkinan bessar kecacatan dapat dihindari.
5. Rehabilitation ( Pemulihan )
            Pada tingkatan pencegahan akhir ini ditujukan kepada masyarakat yang sakit dapat dipulihkan menjadi sehat dan pulih agar pada saat kembali di lingkungan masyarakat dapat mejalani kehidupan seperti biasanya memiliki fungsi positif untuk dirinya sendiri maupun masyarakat lain agar tidak menjadi beban untukorang lain. Contoh kasus pada tingkatan ini adalah seseorang yang mengalami patah tulang pada kaki karena kecelakan, dapat direhabilitasi dengan cara mempergunakan kaki palsu pada kaki yang patah karena memiliki fungsi yang sama. Selain itu, bekas pengguna narkoba juga harus mengalami rehabilitas sebelum dikembalikan kepada masyarakat.
            Seseorang yang mengalami sakit dan melakukan pengobatan, kemungkinan akan terjadi adalah sembuh total, sembuh cacat, atau tidak sembuh / meninggal. Jadi, sangat baik jika dalam hidup ini kita memiliki prinsip “Mencegah Lebih Baik Daripada Mengobati”.  Semoga dengan postingan “5 Level Of Prevention” ini dapat mengurangi angka kesakitan dan mempertinggi derajat kesehatan masyarakat. Salam Sehat :). GBU.

http://adrianasallosammane.tumblr.com

Rabu, 04 September 2013

Hubungan Antropologi, Sosial, dan Psikologi Terhadap Kesehatan, Serta Hubungan Sosial-Budaya dan Perilaku Terhadap Kesehatan

            Apakah Anda mengetahui tentang istilah antropologi, sosial dan psikologi? Mungkin sebagian dari kita tahu dan mengerti tentang ketiga istilah tersebut. Tetapi apakah kita mengetahui hubungan ketiga istilah tersebut dengan kesehatan? Apakah kita juga mengetahui hubungan sosial budaya dan perilaku terhadap kesehatan?
            Antropologi adalah salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi lahir atau muncul berawal dari ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa. Antropologi berasal dari kata Yunani “ anthropos “ yang berarti “manusia” atau “orang”, dan logos yang berarti “wacana” (dalam pengertian “bernalar”, “berakal”). Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis sekaligus makhluk sosial. Menurut Koentjaraningrat, antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan.
Dalam hubungan antropologi terhadap kesehatan, antropologi tidak hanya menyinggung budaya masyarakat akan tetapi juga menyinggung tentang biologis ( fisik ) dan sosio-budaya. Dalam hal ini antropologi membahas bagaimana cara tingkah laku berbudaya dan cara berinteraksi dengan orang lain. Seseorang yang membudidayakan hidup sehat, dapat memberi dampak sehat terhadap lingkungan sekitar. Sehingga akan mempengaruhi tingkat derajat kesehatan.
            Lewis mengemukakan bahwa sosial adalah sesuatu yang dicapai, dihasilkan dan ditetapkan dalam interaksi sehari-hari antara warga negara dan pemerintahannya. Manusia merupakan makhluk sosial, sehingga manusia tidak dapat hidup jika memiliki sifat individualisme. Untuk mencapai keberhasilan sehat kepada masyarakat, dibutuhkan jalinan hubungan yang baik kepada masyarakat. Dengan adanya hubungan, maka akan mempermudah informasi-informasi kesehatan diakses kepada masyarakat. Sehingga dengan adanya informasi pengetahuan kesehatan dan menyebabkan munculnya tindakan hidup sehat, maka sosial memiliki peran penting untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
           Psikologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani Psychology yang merupakan gabungan dan kata psyche dan logos. Psyche berarti jiwa dan logos berarti ilmu. menurut Dakir (1993), psikologi membahas tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan lingkungannya. Jadi, psikologi membahas tentang tingkah laku seseorang. Tingkah laku yang baik dapat mempengaruhi hidup sehat, begitupun sebaliknya. Tingkah laku yang buruk dapat mempengaruhi hidup tidak sehat.  Dalam kesehatan mental, psikologi memiliki keterkaitan yang sangat erat. Jika kebutuhan fisik manusia terpenuhi, sedangkan psikologinya tidak terpenuhi maka akan mempengaruhi kesehatan mental. Menurut penilitian, orang yang depresi cenderung akan terkena penyakit diabetes dan orang yang diabetes cenderung akan mengalami depresi.
Aspek sosial budaya juga memiliki hunbungan dengan kesehatan. Menurut G.M foster (1973) Aspek budaya yang dapat mempengaruhi kesehatan seseorang antara lain adalah tradisi, sikap fatalism, nilai, ethnocentrisme, dan unsur budaya dipelajari pada tingkat awal dalam proses sosialisasi. Indonesia merupakan negara yang latar budaya yang beraneka ragam. Karena beraneka ragam, menyebabkan setiap budaya memiliki variasi dalam berperilaku.  Dalam penjelasan sebelumnya, manusia merupakanmakhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dalam menjalankan aktivitasnya. Dengan beraneka ragamnya budaya di Indonesia, untuk menyampaikan sebuah informasi dibutuhkan hubungan sosial dengan masyarakat. Dalam pendekatan inilah,  petugas kesehatan harus mengerti setiap perilaku budaya masyarakat yang dilayaninya sehingga dapat memiliki hasil yang optimal untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Dari budaya, dapat diketahui tentang pemahaman sehat, sakit, derita dan kematian, di mana kita dapat mengetahui segi pengetahuan kesehatan dari segi budaya masyarakat. Jika adanya pengetahuan kurang tentang kesehatan, maka petugas kesehatan harus menjalankan hubungan sosial kepada masyarakat agar budaya yang diyakini bukan menjadi permasalahan untuk tidak mengetahui tentang hdup sehat.
Selain dari pembahasan di atas, perilaku juga dapat mempengaruhi kesehatan. Menurut Becker, konsep perilaku sehat ini merupakan pengembangan dari konsep perilaku yang dikembangkan Bloom. Becker menguraikan perilaku kesehatan menjadi tiga domain, yakni pengetahuan kesehatan (health knowledge), sikap terhadap kesehatan (health attitude) dan praktik kesehatan (health practice). Hal ini berguna untuk mengukur seberapa besar tingkat perilaku kesehatan individu yang menjadi unit analisis penelitian. Derajat kesehatan masyarakat akanmeningkat jika adanya perubahan perilaku negatif menjadi perilaku positif. Masyarakat harus hidup sehat untuk meningkatkan derajat kesehatan seperti olahraga, tidak merokok, memiliki waktu istirahat yang cukup dan yang lebih utama melakukan perilaku positif untuk tubuh dan lingkungan sekitar. Manusia yang memiliki hidup sehat akan beperilaku hidup sehat pula. Pengetahuan yang cukup tanpa perilaku yang tidak baik, tidak akan membuat derajat kesehatan meningkat. Akan tetapi dengan adanya pengetahuan dan perilaku yang baik, dapat membuat derajat kesehatan meningkat. Contohnya perilaku membuang sampah pada tempatnya. Dengan memiliki pengetahuan dan perilaku yang baik, maka dengan tidak langsung dapat mencegah timbulnya kejadian yang tidak diharapkan seperti banjir.
Jadi, perilaku hidup sehat tidak dimulai dari orang lain. Akan tetapi dimulai dari diri sendiri. Dengan kesadaran hidup sehat dari diri sendiri, secara tidak langsung kita dapat memberikan hal positif agar lingkungan sekitar memiliki kesadaran untuk mau hidup sehat. Sekian.

http://adrianasallosammane.tumblr.com